Sumber : FEMINA MAGAZINE
Judul : Mencetak Ribuan Praktisi PR
Tanggal : 25 Juli 2015
Penulis : Femina
Link : (Not found)
Berbekal keberanian untuk berkompetisi, ia kini membawa bisnisnya hingga tingkat Internasional.
Kecintaan Prita Kemal Gani (53) terhadap dunia kehumasan telah memotivasi dirinya untuk memajukan dunia ini lewat pendidikan. Kini, usahanya yang tak setengah – setengah dalam mengembangan bisnis yang ia rintis sejak 22 tahun silam itu, terbayar sudah. Selain sukses membawa London School of Public Relations (LSPR) menjadi salah satu sekolah kehumasan yang terepercaya di tanah air, ia juga makin melebarkan sayap bisnisnya. Tahun 2015 ini, ia terlpilih menjadi salah satu anggota EY entrepreneurial Winning Women Asia – Pacific Class of 2015. Ia pun kian mantap menargetkan LSPR untuk go International.
Bersaing di Asia Pasifik
Sebagai seorang wanita pengusaha sukses sekaligus Ketua PERHUMAS (Perhimpunan Hubungan Masyarakat) periode 2011 – 2014, sosok Prita taka sing dan kerap beredar di berbagai kesempatan. Jika diperhatikan, ada ciri khas menarik dari tiap penampilannya, yaitu bros ukiran huruf LSPR yang selalu tersemat di dadanya. Seperti ketika bertemu dengan femina di suatu sore di sebuah kafe di hotel berbintang lima di Jakarta.
Bagi Wanita berdarah Padang – Solo ini, LSPR memang sudah menjadi jiwanya sejak ia mendirikan sekolah kehumasan ini, 22 tahun silam. “Dari dulu saya sudah bercita – cita untuk menjadi guru. Tapi ibu saya lebih senang kalau saya memulai bisnis sendiri. Ketika mendirikan LSPR ini seakan menjadi jawaban dari keinginan saya dan Ibu,” ungkap Prita.
Praktisi PR di Indonesia, menurut Prita, berkembang dengan pesat dan dicari banyak perusahaan. Peluang inilah yang lantas sukses ditangkap Prita. Lalu, mengapa ia memilih bidang pendidikan? Semua itu tak lepas dari rasa prihatinnya melihat kondisi saat itu (tahun 1992, ketika LSPR pertama kali berdiri) belum banyak lulusan dari komunikasi maupun PR yang siap terjun ke dunia professional. Itu sebabnya, ia mendirikan LSPR sebagai training school untuk mereka yang ingin menjadi PR professional.
Kini, LSPR sudah menjadi perguruan tinggi swasta yang menyelenggarakan Program Sarjana Ilmu Komunikasi yang terbagi atas enam konsentrasi bidang, yaitu Public Relations, International Relations, Marketing, Mass Communication, Advertising, Performing Arts Communication serta empat program Pascasarjana. Perguruan tinggi berakreditasi A ini pun sudah memiliki 15.356 lulusan serta lebih dari 4.500 mahasiswa aktif per semester.
Prestasi wanita yang menempuh pendidikan manajemen di London, Inggris, ini dalam membesarkan LSPR pun telah diganjar dengan berbagai penghargaan. Salah satunya menjadi finalis EY Entrepreneurial Winning Women (EWW) 2010. EWW merupakan sebuah kompetisi berskala nasional yang diselenggarakan oleh EY Indonesia untuk para wanita pengusaha yang memiliki potensi tinggi untuk mengembangkan bisnisnya ke skala yang lebih besar. Bersama EWW, Prita mengaku mendapatkan banyak manfaat yang sangat membantu dirinya dalam mengembangkan bisnisnya.
Dimulai di Amerika Serikat pertama kali pada tahun 2008, EWW adalah program yang diinisasi oleh EY global yang tiap tahunnya diselenggarakan di lebih dari delapan negara di dunia Awal Tahun ini, PRita terlpilih menjadi satu – satunya wanita pengusaha Indonesia sekaligus yang pertama mengikuti EY Entrepreneurial Winning Women Asia – Pacific (EWW APAC). Akhir April lalu, ia mengikutir private conference EWW APAC yang berlangsung di Singapura dan bertemu dengan tiga belas wanita pengusaha terpilih dari negara lain, di antaranya dari Australia, Cina, Hongkong, Malaysia dan Selandia Baru, Singapura dan Korea Selatan. Para wanita pengusaha ini dating dari berbagai industry dan bertemu dalam konferensi untuk mendapatkan pembekalan tentang bagaimana menjadi pengusaha sukses yang mampu go international.
Dari konferensi yang berlangsung selama dua hari itu, Prita mengaku mendapatkan banyak inspirasi terutama tentang perjuangan para wanita pengusaha di negara – negara lain. Ia juga mendapatkan berbagai materi untuk pengembangan bisnisnya dari pengusaha – pengusaha besar dan sukses di Asia Pasifik. Menurutnya, konferensi tersebut telah membuka wawasan baru tentang banyak hal dalam bisnis, terutama kesiapan perusahaan untuk dapat melangkah ke dunia Internasional.
“Dari berbagai workshop yang diselenggarakan saya belajar bagaimana membesarkan usaha dengan funding hingga risk management. Semua itu memperkaya pengetahuan saya” ungkap Prita, yang mengaku belajar tentang bisnis secara otodidak.
Banyak bekal yang Prita dapat dari EWW APAC, salah satunya sebagai pengusaha ia menyadari bahwa tiap perusahaan yang tumbuh dan berkembang sudah pasti memilii resiko yang harus dihadapi. Untuk sukses yang terpenting adalah bagaimana meminimalkan risiko yang timbul ketika perusahaan medium bertransformasi menjadi perusahaan besar. Selain itu, meningkatkan executive leadership skills dan kemampuan untuk mengidentifikasi peluang untuk pertumbuhan bisnis.
Dari semua diskusi tentang bisnis di EWW APAC, ada satu hal menarik yang menurut Prita menjadi ciri khas sebagian besar wanita pengusaha, yaitu masih sole owner. Para pengusaha ini hanya ingin memiliki bisnis nya untuk diri sendiri dan tidak ingin membuka kemungkinan keterlibatan pihak ketiga. Padahal kenyataannya, sebuah bisnis akan berkembang dengan pesat jika pemilik mempunyai keberanian untuk membuka selebar – lebarnya keterlibatan pihak lain sebagai rekanan.
“Dengan adanya kerjasama kita akan mendapatkan tambahan dari berbagai segi, baik pengetahuan, keahlian, platform, maupun suntikan dana segar. Sekaligus juga membuka keran – keran kerjasama dengan banyak pihak,” ungkapnya. Karena itu, Prita kini mengaku makin siap untuk bekerja sama dengan berbagai pihak di dalam dan luar negeri.
Dari Teman Hingga Bisnis
Untuk terpilih menjadi salah satu anggota EWW APAC, banyak persyaratan yang harus dipenuhi Prita sebagai wanita pengusaha. Salah satunya, ia harus memiliki bisnis yang stabil, reputasi yang baik, dan tentu kemungkinan untuk mengembangkan bisnisnya hingga ke ranah Internasional. Karena, salah satu tujuan diselenggarakannya EWW APAC adalah untuk menjalin kerja sama diantara wanita pengusaha di Asia Pasifik dan dunia untuk saling bersinergi hingga pada akhirnya menghadirkan kekuatan baru yang dapat membantu meningkatkan perekonomian dunia.
Bertemu dengan wanita pengusaha lain dari berbagai negara ternyata membuat Prita memiliki ukuran internasional untuk dirinya sendiri. Diakui oleh wanita yang mengambil gelar MBA – nya di International Academy of Management and Economies di Manila ini, awalnya ia sempat ragu dengan kemampuannya sebagai wanita pengusaha ketika harus melangkah keluar dari Indonesia. Tapi, di EWW APAC ia justru bisa melihat sudah sampai mana langkah wanita pengusaha di negara lain, serta masalah apa yang mereka hadapi.
Soal masalah yang dihadapi misalnya, ternyata tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami Prita. Salah satunya soal tenaga kerja generasi Y sebagai generasi pekerja yang sulit bertahan di satu perusahaan, yang ternyata juga dialami oleh pengusaha di negara lain. “Pertemanan ini seolah membuka mata saya. Saya jadi tidak minder, karena perjuangan kami sama. Hal paling sederhana soal bahasa, untuk negara lain seperti Korea atau Cina yang tidak berbahasa Inggris, bahasa juga bisa menjadi kendala,” ungkap Prita, yang justru kagum dengan kesederhanaan yang dihadirkan para wanita sukses tersebut.
Kini, setelah bergabung di EWW APAC, kian banyak kemungkinan kerjasama dengan negara lain yang sedang ia jajaki. Ia memang tak ingin menyia-nyiakan kesempatan besar yang sudah ada di hadapannya. Diakui Prita, tidak mudah untuk memberanikan diri ikut berkompetisi. Tapi, ketika ia berhasil melaluinya, hal tersebut seakan menjadi bukti kekuatan dan kompetensi yang ia miliki.
Bagi wanita yang memulai karier pertamanya sebagai PR di Clarck Hatch International di Jakarta ini, bergabung dalam komunitas wanita pengusaha merupakan sebuah support system sangat penting yang ia butuhkan untuk dapat berkembang sebagai seorang pengusaha. Karena, di komunitas seperti EWW APAC dan EWW yang diselenggarakan oleh EY Indonesia, ia bisa mendapatkan teman untuk berdiskusi sekaligus bertukar pikiran tentang bisnis.
Tak hanya itu, berbagai kesempatan untuk bekerja sama dan mengembangkan bisnis pun terbuka lebar. Pengalamannya bergabung dengan EWW, ia memiliki banyak teman pengusaha di Indonesia. Dari pertemenan ini pula kemudian ia mulai menjalin kemungkinan kerja sama bisnis. Kini, bersama dengan salah satu rekannya di EWW, Prita membuka cabang pertama LSPR di Bali.
“Dari pertemanan kita bisa membangun strategic partnership yang baik. Karena pada dasarnya, join venture itu seperti proses pacaran, ada masa perkenalan, dan penyesuaian, jika lancer bisa diteruskan,” ungkap Prita, yang rencananya juga akan membuka cabang LSPR di Yogyakarta dan Bandung.
Dari workshop dan mentoring yang ia jalani selama kurang lebih satu tahun penuh ini di EWW APAC, wanita yang juga peduli pada pendidikan anak – anak penyandang autism ini memiliki target yang harus dicapai, yaitu growth beyond border, bahwa sebagai pengusaha ia harus bisa mengembangkan bisnisnya hingga keluar wilayah Indonesia.
“Saya menargetkan LSPR untuk membuka postgraduate programme untuk lulusan Indonesia yang saat ini bekerja di luar negeri seperti di negara – negara Uni Emirat Arab, misalnya Dubai dan Abu Dhabi. Peluang ini terbuka karena saya melihat banyaknya orang Indonesia yang bekerja di negara – negara tersebut dan mereka masih ingin melanjutkan pendidikannya. Program ini kami namakan LSPR Communication Network,” Kata Prita yang juga akan membuat program yang sama di Kuala Lumpur.
Disiplin Diri
Apa rahasia Prita hingga mencapai sukses saat ini? “Disiplin diri”, jawabnya. Sebagai pengusaha, ia harus memiliki disiplin diri dalam segala aspek kehidupan. Jika banyak orang yang berpikir menjadi pengusaha itu enak karena memiliki kebebasan utnuk menentukan kegiatannya, tidak demikian menurut Prita. Ia justru menilai seseorang pengusaha akan sukses jika ia bisa membuat aturan untuk dirinya sendiri dan disiplin tinggi menjalani aturan tersebut.
Hal paling sederhana yang ia terapkan adalah disiplin dalam mengatur waktu kegiatan. Tiap hari ia harus memulai harinya pukul 5 pagi untuk mempersiapkan kebutuhan anaknya ke sekolah dan suaminya kerja. Sebelum pukul 7 pagi, setelah sarapan dan anak – anaknya berangkat ke sekolah serta suaminya ke kantor, Prita akan tidur lagi hingga pukul 9. Ia lalu bersiap untuk sampai di kantor pukul 10 pag.
Sore hari, pukul 5, ia sudah ada dirumah ketika anak – anaknya pulang sekolah. Waktu ini ia pakai untuk bercengkrama dengan anak – anaknya, termasuk menyiapkan makan malam bersama. Usai makan malam dan semua anaknya tidur, Prita akan kembali ke meja kerjanya untuk bekerja hingga pukul 12 malam.
“Semua itu saya lakukan untuk menjaga stamina saya tetap prima untuk menjalankan semua aktivitas tersebut. Kalau saya tidak disiplin untuk tidur lagi sebelum bekerja, saya tidak akan bisa fokus bekerja. Begitu pula kalau saya tidak disiplin untuk pulang pukul lima sore, anak – anak akan tidak terurus. Ketika saya kembali bekerja malam hari, agar urusan kantor selesai,” jelas wanita yang menjadi host acara PR Corner di Radio 105,80 Lite FM setiap Senin pukul 8 malam.
Meski punya setumpuk pekerjaan, wanita yang menggagas berdirinya ASEAN Public Relations Network pada tahun lalu ini, tetap bersyukur bahwa ia dilahirkan di Indonesia. Tak dipungkirinya, ada keistimewaan menjadi ibu bekerja di negara ini, karena ada banyak support system yang bisa ia miliki. “Beruntung saya memiliki keluarga yang mendukung, serta asisten yang meringankan tugas,” ungkap Prita.
Ia membandingkan dengan beberapa rekannya sesama wanita pengusaha di negara Asia Pasifik lainnya, yang tak seberuntung dirinya bisa mendapatkan tenaga pembantu dengan mudah. “Tak sedikit dari merka yang harus membuat kesepakatan dengan pasangannya, seperti berganti peran dan pasangannya tinggal di rumah,” katanya.
Bisa mencapai posisi saat ini, menurut Prita, tak lepas dari dorongan kuat sang ibu untuk ia menjadi seorang wanita pengusaha. Sosok ibunya yang seorang single parent sangat menginspirasi dirinya, sekaligus memberikan pelajaran berarga tentang kehidupan. “Di rumah, Ibu mempersiapkan saya sebagai tulang punggung. Meski ada saudara laki – laki, saya dididik sejak kecil untuk bertanggung jawab pada banyak hal. Dibandingkan saudara saya yang laki – laki, saya mendapatkan tugas yang lebih banyak, mulai dari mengurus rumah hingga memasak. Banyak prinsip yang diajarkan Ibu yang pada akhirnya membuat saya menjadi wanita yang kuat,” ungkap Prita, yang mengaku mengidolakan sosok sang Ibu.
Dari ibu pula ia mendapatkan banyak nilai – nilai berharga untuk menjadi seorang pengusaha yang baik. Salah satu pesan ibunya yang tak pernah ia lupakan dan menjadi dasar dalam mengembangkan bisnisnya adalah untuk selalu bermanfaat bagi banyak orang. “Ketika melihat tinggi derajat seorang itu bukan pada kekayaannya, tapi dari seberapa besar kontribusi dia yang bermanfaat untuk banyak orang,”katanya.
Pesan ini menjadi penyemangat dirinya untuk menjadi lebih baik agar bisa memberikan yang lebih baik lagi untuk banyak orang. “Ketika saya semangat untuk berbuat lebih untuk perusahaan ini, karena saya melihat karyawan saya. Ketika itu pula karyawan saya merasa dihargai dan mereka mencintai saya dan mendukung langkah yang saya ambil,” ungkap wanita yang kini sudah memiliki ribuan karyawan ini, bangga – Faunda Liswijayanti
Leave A Comment